TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak goreng yang terus melambung membuat Fery Zona Tri pusing tujuh keliling. Pasalnya, mahalnya harga minyak itu membuat pemilik warung pecel lele dan seafood asal Brebes ini mesti merogoh kocek lebih dalam dari biasanya.
Lonjakan harga minyak goreng ibarat hantaman baru bagi para pedagang setelah sebelumnya terimbas pembatasan selama pandemi. Padahal, aktivitas para pedagang kaki lima belakangan baru mulai bergeliat kembali. "Tentunya ini memusingkan sekali," ujar dia kepada Tempo, Kamis, 25 November 2021.
Pria yang juga Ketua Paguyuban Pecel Lele Dan Seafood Brebes itu mengatakan beban kenaikan harga itu terasa sangat berat bagi anggotanya. Jika biasanya minyak goreng dibeli di kisaran Rp 12 ribu per liter, belakangan ia harus mengeluarkan Rp 22 ribu per liter di pedagang eceran.
Padahal, para pedagang pecel lele bisa menghabiskan sedikitnya tiga liter minyak goreng dalam sehari. Bahkan, untuk pedagang dengan skala yang lebih besar, minyak goreng yang digunakan bisa sebanyak sepuluh hingga dua puluh liter sehari. Fery mencatat sekurang-kurangnya biaya produksi pecel lele itu naik Rp 70 ribu per hari dari harga minyak saat ini.
Belum lagi biaya modal berdagang yang terkerek harga komoditas lain. Harga sayur mayur hingga cabai mulai merangkak.
Baca Juga:
Di sisi lain, para pedagang tidak bisa serta merta menaikkan harga dagangannya. Ketatnya persaingan pedagang pecel lele dan seafood jadi penyebabnya. Mereka pun rela keuntungannya berkurang ketimbang kehilangan pelanggan. "Nanti pelanggan malah lari."
Kepala Fery semakin pening begitu mendengar kabar harga minyak itu bisa semakin melambung pada 2022, seperti prediksi pemerintah beberapa waktu belakangan. Kalau itu terjadi, mau tidak mau para pedagang mesti mengerek naik harga dagangannya. "Kalau 2022 naik lagi, maka pedagang akan semakin pusing," ujar dia.